Tiga Sekawan yang Saling Berangkulan
Banyak dikupas orang, kesibukan ketawa itu (dalam kandungan serta beberapa hal spesifik) baik serta sehatkan. Ketawa seperlunya saja, tidaklah sampai terpingkal-pingkal. Tidaklah sampai melukai perasaan orang sebagai objek tertawaan.
Menurut Gus Baha (seorang ulama terkenal), salah satunya selingan beberapa kyai (tokoh agama) di pondok-pondok pesantren yakni ketawa tentang beberapa hal di sekitar kehidupan mereka. Itu penyebabnya mereka senang mengumpulkan komedi. Tentunya komedi yang berkaitan dengan kehidupan santri serta pesantren, rumah-tangga beberapa kyai-nyai, dan materi-materi pengajian. Dalam hubungan ini Gus Dur (untuk budayawan, tokoh ulama, atau presiden) adalah contoh nyata.
Ketawa itu sehat serta membuat sehat. Faktanya simpel. Di saat orang ketawa segala hal berasa baik-baik saja. Tidak ada permasalahan yang penting dicemaskan betul, tidak ada kesulitan serta kesusahan harus disedihkan. Yang ada semata-mata hati suka, jiwa merdeka, serta tidak ada yang diselinapkan atau dicemaskan.
Itu yang penulis pikir waktu lihat satu photo unik, aneh, serta pasti lucu (gambar di atas). Itu photo seorang rekan lama, namanya Pak John Heryzal. Dia berdinas pada kota-kota di luar propinsi kelahirannya (Sumbar). Masuk waktu pensiun, dia pulang ke kampung halamannya. Begitu juga contact silaturahim dengan rekan sama-sama pensiunan tidak terputus.
Satu minggu lantas Pak John mengupload gambar tiga serangkai itu di Facebook. Disana kecuali Pak John, ada Mas Hari Sutanto serta Uda Hasanuddin. Caption yang disertakannya: "Agar tidak sama suku tetapi cukuran rambut sama".
Photo yang menunjukkan tiga butir kepala terlihat belakang itu berasa unik. Duduk berdempetan (sebelum epidemi virus corona), sama-sama peluk, terlihat asyik memerhatikan acara di panggung. Penambahan lagi, mereka solid berkemeja pola batik serta (solid juga) botak. Kata lain: polos, plontos, gundul, ludes. Pola baju batik mereka bisa tidak sama, tapi style cukuran di kepala sama. Pak John memberikan caption: "Agar tidak sama suku, tetapi cukuran rambut sama".
Nah, coba perhatikan gambarnya. Sebatas beda cukuran, alias guntingan rambut. Mungkin saja beda isi dompet, serta isi kepala.
Lucu? Bergantung! Benar-benar bergantung pada pemikiran serta situasi hati kita waktu menyaksikannya. Jika kita termasuk juga orang yang menyukai berkawan serta tidak gampang tersinggung (ditambah lagi geram) karena itu syaraf lucu kita tentu tergelitik.
Tanpa ada dengan maksud mem-bully, ditambah lagi mengejek, itu photo alami yang dibikin dengan penuh keikhlasan. Cuma beberapa orang yang berasa diri prima (dengan cara fisik atau mental) yang akan gampang (serta seringkali tanpa ada sadar) menyebut-nyebut kekurangan seseorang untuk gurauan. Semoga spontanitas photografer menyimpan event itu tidak bermaksud jelek itu.
Menurut penulis, photografer punyai kreasi mencukupi lantas minta izin ke-3 orang itu untuk dibuat objek sasarannya. Penghitungan penulis ini: Pertama, sang photografer berjiwa komedi. Perlu sedikit pengaturan serta penataan. Bukan satu bertepatan. Khususnya dua lelaki di kiri-kanan yang perlu merengkuh sang lelaki ditengah-tengah. Berasa dekat, tidak memiliki jarak. Photografer harus meminta izin dahulu pada ke-3 objek sasaran.