Mengamati Tingginya Perceraian dengan Logika Sesat Cak Lontong
Sepasang suami istri sedang tidur pulas di kamar tidur. Mendadak si istri mengigau, "Mas, mas, cepat pergi mas suamiku telah pulang!" Secepat kilat si suami selekasnya melonjak lewat jendela kamar. Siapakah yang keliru?
Belakangan ini berlangsung kenaikan tuntutan pisah ke Pengadilan Agama di Propinsi Jawa Barat. Nampaknya ini berkaitan erat dengan epidemi Covid-19 yang telah berjalan semasa tujuh bulan ini.
Unsur ekonomi diindikasikan jadi aspek terpenting, diiringi oleh unsur sosial budaya, pola hidup serta KDRT sebagai pemicu perpisahan itu.
Mengacu pada filosofi sesat ala Cak Lontong, pertama kali tentu saja orang berpisah itu sebab mereka awalnya sudah menikah. Ya, jika awalnya mereka tidak menikah, tentu saja mereka tidak kemungkinan berpisah bukan...
Jadi agar ke-2 pasangan itu tidak berpisah, karena itu seharusnya mereka itu tak perlu menikah. Lah jangan ketawa dahulu Cak, penulis ini bukanlah pengikut pengetahuan cocokologi atau salahmonologi. Ini betul-betul masalah serius.
Kalaulah menikah, (khususnya buat wanita) jangan sampai sesekali ingin menikah dengan cara siri. Soalnya saat ada permasalahan dalam rumah tangga (contohnya suami itu rupanya hobynya senang mengelus-elus jempol kaki istrinya. Yah kan geli, tentunya istrinya itu tidak akan dapat tidur sebab kegelian) lantas si istri ingin menuntut pisah, lah tuntutnya ke mana?
PA (bukan PA 212, tetapi Pengadilan Agama) itu cuma ingin terima tuntutan pisah dari pasangan yang menggenggam buku nikah saja (berarti pernikahannya tertera di KUA) Walau sebenarnya nikah siri itu cuma tertera di hati saja (meskipun resmi dengan cara agama) Dengan modal buku tabungan cekak ditambah lagi buku gambar tentu saja tidak dilayani Pengadilan Agama.
PN (Pengadilan Negeri) tidak ingin terima tuntutan pisah dari pernikahan yang tidak tercatat di catatan sipil. Jangan bertanya ke PTN (Pengadilan Tata Niaga) atau Pengadilan Tipikor (Tindak pidana korupsi) Ditambah lagi mengelus-elus atau mengemut jempol kaki istri itu contohnya, bukan termasuk juga tindak pidana korupsi yang dilarang dunia serta akherat.
Tetapi negemeng-ngemeng berkaitan ngemut serta tipikor, penulis jadi ingat akan cerita dahulu tentang seorang sosialita cantik yang ialah seorang pegawai satu bank swasta populer.
"Panjang narasi," rupanya sosialita yang punyai banyak kekasih ini "tertangkap kering" (saat itu tangan mulusnya itu memang sungguh tidak basah koq Cak) ngemalingin uang nasabah di bank tempat dia kerja.